Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mamiri Minggu Kedua dengan Tema " Rasa Lokal ( Local Flavour )
Wah kalau ngomongin rasa lokal di daerah saya Medan, bisa bermeter-meter saya menulisnya. Medan itu kota yang sangat unik. Dari sekian banyak kota yang pernah saya kunjungi, Medan tetap menempati peringkat tertinggi yang memiliki hal-hal yang ngga akan habis untuk diceritakan.
Kalau baru pertama kali menginjakkan kaki ke Medan dan berinteraksi dengan masyarakatnya, maka hal pertama yang akan terasa berbeda dan tidak akan ditemui di daerah lain adalah logat bicara orang Medan. Mungkin di semua kota memiliki kekhasan logat masing-masing, tapi biasanya di tiap daerah itu, logat yang unik karena penggunaan bahasa daerah. Kayak logat orang Padang, ya karena mereka menggunakan bahasa Padang sebagai bahasa sehari-hari. Demikian juga orang Madura, orang Jawa atau orang Bandung. Namun di Medan, bukan karena bahasa daerahnya yang membuat unik. Sehari-harinya di Medan itu orang-orangnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Tapi.... bahasa Indonesianya itu yang membuat pendatang pada geleng-geleng kepala dan sering salah paham.
" Orang Medan ini yah, suka sekali membesarkan sesuatu yang kecil dan mengecilkan yang besar"
Seorang teman dari Jakarta berkata demikian pada saya saat berkesempatan melakukan perjalanan dinas ke kota Medan.
" Hueeeeh, maksud lo"
" Ya itu, kayak mobil disebut kereta, kereta disebut motor "
Pertama-tama saya bingung maksud perkataannya. Oalaaah, ternyata temen saya itu ngga nyambung saat bicara dengan supir kantor. Gimana ngga?. Di Medan, memang kalau yang kita maksud sepeda motor, sama orang sini nyebutnya kereta ( tanpa api ). Kalau kereta yang beneran nyebutnya "kereta api". Nah sedangkan mobil masih banyak yang nyebutnya "motor". Bingung kan?. Makanya saat temen saya nanya si supir, kalau dari Medan mau ke Rantau Prapat ( jarak 6 jam ), bisa ngga naik kereta, si supir langsung jawab," Wah ntar ibu kecapekan bu, mending naik kereta api. Kalau naik kereta mana sanggup". Hahaha, si supir mikirnya yang dimaskud temen saya itu sepeda motor. Ya iyalah jelas, masa jarak 6 jam pakai sepeda motor.
Makanya, kalau di Medan, akan sangat jarang ditemui tempat service motor, karena takut salah pengertian, ntar dikira service buat mobil. Jadi untk amannya akan ditulis lengkap " Service sepeda motor".
Bukan itu aja, kadang orang Medan suka nyebut sepeda motor itu "Honda", walaupun mereknya Suzuki.
" Pinjem Hondamu ya". Padahal jelas-jelas itu motor MIO.
" Pinjem Hondamu ya". Padahal jelas-jelas itu motor MIO.
belum lagi penyebutan untuk plat kendaraan. Kalau yang umum kita dengar kan, orang akan bertanya " Berapa plat no mobilmu". Kalau di Medan berubah jadi " Mobilmu BK berapa?". jadi BK yang merupakan plat kendaraan Medan, dianggap mewakili kata plat kendaraan .
Waktu kuliah di Semarang dulu, saya sempat keceplosan juga, saat mau pinjem sepeda motor sama teman, nanyanya " Motormu BK berapa?". Terang aja teman saya bingung. Halo????
Oya ada lagi, di sini istilah ojek juga kurang familiar, apalagi kalau di daerah luar kota Medan, kayak di Kabupatennya. Penyebutan ojek diganti jadi RBT. Jadi ntar tulisannya bukan " Pangkalan Ojek", tapi " Pangkalan RBT " singkatan dari Rakyat Banting Tulang, CMIIW.
Itu baru soal kendaraan. Belum lagi istilah-istilah aneh lain.
Jadi pernah suami saya yang asalnya dari Kutoarjo nyari alamat. Terjadilah percakapan antara suami dan penduduk setempat yang ditemui di pinggir jalan.
S: " Pak, numpang tanya, tahu alamat ini ngga ?"
P : " Oooh, disana tuh, bapak jalan lurus, teruuus aja sampai ketemu pasar hitam, nanti ada mesjid, nah disamping itu pak rumahnya"
S : " Oh ya udah makasih pak"
Sampai berkilo-kilo suami saya jalan, belum juga ketemu yang namanya pasar hitam. Pikiran suami saya, ntar akan ketemu pasar yang bertuliskan " Pasar Hitam". Singkat kata akhirnya dia nyerah.
Barulah nanya lagi sama temennya melalui telepon. Selidik punya selidik ternyata yang dimaksud pasar hitam disini adalah " Jalan Aspal". Iya, jalan yang sudah di aspal itu, namanya pasar hitam, jadi bukan pasar dalam arti bahasa Indonesia tempat orang berdagang, hadeeeh, pantes aja ngga ketemu-ketemu.
Ngga heran, di Medan juga ada istilah Pasar 1, pasar 2,pasar 3 untuk menyebut suatu jalan, atau gang. Kalau di tempat lain kurang lebih artinya sama dengan Blok 1, blok 2, blok 3, gitu.
Trus ada juga cerita, salah seorang teman saya yang dapat suami orang Jakarta. Saat acara nikahan di rumahnya, biasalah para tetangga pasti pengen tahu kerjaan si calon pengantin pria itu apa. Jadi mereka nanya.
Tetangga : " Calon suamimu kerja dimana"
Teman : " Itu di pajak", jawab teman saya bangga
Tetangga: " Ngapain di pajak?, jual bawang sama cabai?"
Xixixi, kalau denger cerita ini sampai sekarang saya masih geli. Salah persepsinya parah banget. Yang dimaksud temen saya itu adalah kantor pajak, karena memang suaminya kerja di kantor Pajak. Eh disangka para tetangga kerja di " Pajak". Di Medan, untuk menyebut pasar- tempat orang berdagang- ya bilangnya pajak. Jadi kalau mau beli bawang dimana?. Di pajak, beli ikan? ya di pajak. Kalau di daerah lain ada nama-nama kayak, pasar pagi, pasar burung, pasar Senen, nah di Medan namanya berubah jadi "Pajak ikan", " Pajak burung", " Pajak Bunga". sesuai dengan barang yang dijual.
Wah masih banyak lagi lah istilah-istilah yang aneh. Kalo mau diceritakan seluruhnya, sampai minggu depan juga ngga akan habis saya nulisnya.
Di Medan juga orang suka nyingkat kata seenaknya. Kayak di bawah ini nih
Limpul = lima puluh, " Mintalah duitmu limpul aja"
Limrat = Lima ratus
Kemudian, disini juga sangat tidak akrab dengan istilah RT RW. Jadi lebih familiar dengan dusun, lorong. Makanya ngga ada sebutan pak RT atau pak RW, tapi adanya pak Keplor ( Kepala Lorong) atau pak Kepling ( Kepala Lingkungan )
Kalau sering dengerin si Ruhut Sitompul ngomong di tivi, nah itu dia banyak bicara dengan istilah-istilah Medan. Seperti kata "Paten" untuk menggantikan kata "hebat".
" Sok paten kali kau" samalah dengan " Sok hebat banget sih elo"
kali = banget
kau = kamu, lo
Di Medan , kalau kita ngomong pake kata banget, ntar diketawain, dikira sok orang Jakarta. Trus kalau nyebut orang lain pakai kamu, itu tuh sopan banget, kalo mau akrab gunakan kata " kau", kesannya kasar tapi lebih cepat membaur dibanding nyebut kata kamu, kesannya berjarak.
Ah udah lah ya, segitu dulu, ntar saya sambung di postingan berikutnya. Soalnya masih banyak lagi keunikan kota Medan, yang ngga akan ditemui di kota lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar