Kamis, 16 April 2015

Berbagi Bahagia dengan Saling Mendoakan Kebaikan

Kalau ditanya, apa moment dalam hidup yang membuat saya paling bahagia??

Hmm mungkin saya akan jawab  menjadi seorang ibu adalah hal yang paling membahagiakan.

Saat melihat dua garis merah di test pack kehamilan yang saya gunakan, saat itulah saya merasa dunia seperti berhenti berputar sesaat. Saat itu saya merasa malaikat sedang bertasbih bersama saya , dan saat itu pula seolah saya bisa melihat senyuman Allah khusus diberikan untuk saya dan suami. Saya merasa sedang dibelai oleh kasih sayangnya.

Buah dari kesabaran dan ikhtiar tiada henti yang akhirnya berujung bahagia. Iya bahagianya itu tidak bisa diungkapkan dengan hanya sebatas rangkaian kalimat indah, karena memang tidak terukur dan tidak terdefinisi.

Selama 5 tahun menikah tanpa ada tanda-tanda kehamilan, membuat saya sempat mengalami perasaan melow, galau dan desperado. Sedikit-sedikit tersinggung. Bahkan perkara keturunan ini, membuat saya sempat malas untuk bersilaturahim kemana-mana, karena sudah bisa dipastikan pertanyaan " Sudah hamil belum?' membuat saya trauma dan over sensitif . Jadi bisa dibayangkan bagaimana gempitanya hati saya saat ada makhluk mungil yang tumbuh di rahim saya.

Tapi, setelah saya berpikir ulang, ternyata ada lagi moment yang membuat saya merasa menjadi perempuan paling bahagia di dunia. 

Suatu hari kala saya sedang bersungut-sungut karena menemukan hanya satu garis di test pack. Biasanya suami saya cuma senyum-senyum melihat wajah jutek istrinya, tapi kali ini dia langsung merangkul saya dan keluarlah kata-kata bijak darinya.

" Dek, emangnya kenapa kalau kita ngga punya anak, sampe cembetut-cembetut gitu"

" Yaa gimana sih mas, kalau ngga punya anak, ya adek ngga bisa jadi ibu, masa ngga ngerti sih" jawab saya sewot, mangkel dengan pertanyaan retoriknya.

" Lho, kata siapa kalau mau jadi ibu itu harus punya anak?. Coba, ibu pertiwi itu pernah melahirkan anak ngga?, Ade tahu itu para istri nabi, dari sebelas istrinya cuma Khadijah lho yang dikarunia anak, Aisyah tidak, Zainab tidak, Shofiyyah tidak.  Tapi walau demikian mereka tetap dapat sebutan ibu lho, bahkan ibunya kaum muslimin."

Jleb, saya yang tadinya bersungut-sungut langsung diam seketika. Benar juga pikir saya. Amazing sekali mendengar suami saya yang orangnya cuek begitu bisa ngomong sebijak itu. Mungkin kalau ditanya sekarang barangkali dia sudah lupa.

Yup, kisah para istri nabi itu menjadi inspirasi terbesar saya untuk tidak melulu mengeluh dengan apa yang belum saya miliki. Kata-kata suami saya itu juga menjadi inspirasi bagi saya bahwa bahagia itu tidak ditentukan dari apa yang kita miliki. Memiliki anak memang memberi perasaan bahagia tiada tara, tapi di satu sisi juga merupakan amanah dan tanggung jawab yang luar biasa. Terkadang apa yang menjadi anugerah bisa saja menjadi musibah.

Saat merasa bahagia terkadang kita begitu ingin memberitahu kepada semua orang, kalau bisa seluruh dunia tahu. Begitu juga yang saya alami. Begitu tahu positif hamil, saya yang kebiasan apa-apa di share di sosmed,langsung pengen cepat-cepat membuat status di Facebook, mengumumkan kabar gembira itu. Tapi untungnya akal sehat saya langsung melarangnya, teringat bagaimana sedihnya hati saya setiap mendengar kabar kehamilan seseorang. Iya, jujur saja, dulu mood saya langsung berubah buruk kalau mendengar teman yang baru menikah, tiba-tiba sudah hamil saja. Dalam hati langsung membatin " Kok dia duluan sih, kan aku yang sudah lama menunggu". Saya jadi ingat, pernah seharian ngambek sama suami gara-gara hal ini, ya soalnya saya tidak tahu mau marah sama siapa?. Bahagia sih mendengar teman hamil, tapi sedih karena saya belum hamil juga.

Akhirnya niat buat woro-woro di Facebook pun saya urungkan. Bahagia itu bukan harus diumbar-umbar. Karena kabar bahagia untuk kita bisa jadi kabar buruk untuk orang lain. Saya menyebutnya empati. Empati perasaan, karena tahu benar bagaimana rasanya. Mungkin orang lain tidak seperti saya, tapi siapa tahu saja kan?. karena sejatinya, memang rasa bahagia itu bukan untuk diumbar tapi untuk disyukuri. Bahagia sebaiknya dibagi, tapi dengan cara yang baik, yang seminimal mungkin jangan sampai menyakiti orang lain.

Bayangkan kalau semua orang menganggap kebahagiaan itu harus dibagi dengan pemahamannya masing-masing. Sangking bahagianya dapat pekerjaan mapan dengan gaji puluhan juta, kita cerita ke teman yang masih mencari pekerjaan. Begitu gembiranya anak kita juara kelas, sampai lupa kalau sahabat anaknya tidak lulus ujian misalnya.

Karena kebahagiaan bagi kita seharusnya tidak menyakiti perasaan orang lain.

Balik lagi cerita soal keinginan memiliki keturunan itu, saya punya rumus khusus.

" Kalau kita menginginkan sesuatu, maka doakanlah orang yang kita tahu memiliki keinginan yang sama. Maka doa kita akan dikabulkan Allah untuknya, dan di saat yang bersamaan malaikat akan mendoakan hal yang sama untuk kita".

Dan percaya atau tidak, ternyata memang rumus itu terbukti. Saat saya mendoakan teman saya yang belum memiliki anak, tak lama doa saya dikabulkan untuknya, dan doa malaikat untuk saya pun dikabulkan Allah. Subhanallah, nikmatnya berbagi bahagia bersama sahabat. Bahkan berbagi kebahagiaan dengan saling mendoakan kebaikan saja untuk orang lain,  pun akan membawa kebahagiaan langsung untuk kita. Apalagi kalau berbagi kebahagiaan yang kasat mata ya.

Maka sebagai rasa syukur atas anugerah terindah yang Allah titipkan di keluarga kecil kami, setiap momen dalam hidup anak saya Tara, tidak pernah membuat kami lupa untuk berbagi kebahagiaan itu kepada orang lain dengan cara yang ma'ruf.. Dalam hal ini saya paling suka berbagi dengan anak kecil, anak yang tidak cukup mendapat kasih sayang dan rezeki dari orangtua kandungnya.

Cara kami berbagi kebahagiaan dengan anak yatim adalah dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap momen penting keluarga kami, mengajak mereka turut bahagia bersama keluarga kami. Saat akikah, saat Tara ulang tahun, saat Ulang tahun pernikahan. Melihat para anak yatim itu berbaur bersama Tara, rasanya adem. Walau Tara belum mengerti, tapi itu salah satu cara kami mengajarkannya cara berbagi kebahagiaan dengan sesama.

Banyak hal yang bisa membuat kita bahagia dalam hidup ini sebanyak cara berbagi bahagia dengan sesama yang dapat kita lakukan. Tidak semata sebatas materi, tapi bisa dengan saling mendoakan, saling berempati, bahkan saling berbagi senyum di pagi hari.

“Karena Bahagia Itu lahir dari rasa syukur yang tak henti padaNya dan usaha untuk senantiasa berbagi apa yang kita bisa pada sesama. ”  Helvi Tiana Rosa


Kalau kamu, punya cerita tidak , apa yang membuat hidupmu bahagia dan bagaimana caramu berbagi bahagia?. Kalau punya boleh dong disharing ke pembaca, biar makin banyak yang menularkan virus berbagi bahagia.  Info lebih lanjut klik banner di bawah ini yah.



  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar