Pernahkah kalian berada di suatu kondisi dimana ekpsektasi tidak sesuai dengan kenyataan ?.
Contohnya saat saya kuliah di Semarang, pertama kalinya saya makan risol isi rogut. Bayangan saya, yang saya gigit adalah rasa gurih bercampur pedas dari sayur-sayuran yang ada di dalam balutan risoles. Seperti itu gambaran risol versi saya. Makanya saat gigitan pertama, saya langsung mual dan kecewa. Yah, risol kok manis sih. Berasa ketipu mentah-mentah sama yang jual risol. Padahal ya si penjual juga ga pernah bilang kalau risolnya pedas atau manis. Salahnya saya juga yang ngga nanya. Perasaan saat itu, sakit maaak.Hiks, risolku kok begini??? Kembalikan uangku !!!
Seperti itulah yang saya rasakan saat pembukaan pendidikan Deskman/ Teller di Padang. Sebenarnya saya sudah curiga dengan judulnya. Apaan tuh Deskman?, Lelaki Bangku?.
Saat kepala Sekolahnya ( Kepala sekolah?, sekolah dimana maak) memaparkan tujuan pendidikan, plus posisi kami-kami nantinya saat di unit kerja , saya shock. Jadi rekruitmen yang dilakukan kemarin adalah untuk deskman dan teller . Sampai disini sih saya masih merasa risolnya pakai sayur, karena waktu melamar saya sudah tahu itu. Lanjut
Dan jabatan kami adalah setara dengan tamatan ES EM A.
APAAAAA!!!! Jeng jeng jeng……
Saya kaget luar biasa, kegigit dah tuh rogut, sial sial sial ni risol kok manis, manaaa mana cabenya.
Yah gitu deh, saya ngga terima, kok sederajat sama SMA sih, bukannya kemarin lamarannya jelas-jelas ditulis yang dicari sarjana?, pake syarat IPK minimal? Huwaaaa saya merasa ditipu.
Tapi yah kayak cerita risol di atas tadi. Ya ngga salah banknya juga sih, sayanya juga ngga ada nanya di awal atau di saat wawancara. Pikiran saya selama ini ya teller and customer service itu sarjana. ( kalau sekarang memang iya yah, kalau dulu ternyata ngga, cerita ini terjadi 9 tahun yang lalu FYI).
Selesai pembukaan, saya langsung telfon ibu saya, curhat, trus pengen batalin kontrak yang sudah terlanjur diteken. Ih ngga rela saya, ijazah sarjana TEKNIK KIMIA yang udah pakai darah dan airmata untuk mendapatkannya disamakan sama anak SMA. Bukannya merendahkan tamatan SMA, tapi yah maunya kalau sarjana ya dihargai kayak sarjana,ini menyangkut Harga Diri dan Harga Dompet, hahaha #pasang iket kepala. Tapi ngga dikasi sama ibu saya, soalnya kudu bayar denda berjuta juta men, yang mana saat itu adalah jumlah yang sangat besar untuk saya dan keluarga.
Eh, besoknya saya malah dapat telepon dari Perusahaan Listrik Negara( Mau dirahasiain nama perusahaannya, eh malah nulis kepanjangannya ^_^) untuk wawancara akhir. Dilema tingkat dewa. Sekonyong-konyong saya ingat saat sesi wawancara di bank.
“ Windi, selain test disini kamu ada test dimana lagi? Tanya si pewawancara
“ Di perusahaan Listik Negara pak”
“ Kalau kamu diterima di sini dan disana, mana yang akan kamu pilih?”
“ Yang mana yang duluan memanggil saya, itu yang akan saya pilih pak, karena berarti disitulah rezeki saya” Jawab saya mantap. Simpel banget sih alasannya.
Lhaaaa itukan cuma pas wawancara, ngga mungkin lah saya jawab, bakal ambil perusahaan yang lain, lagi jual diri gitu pasti yang manis-manis yang keluar dari mulut. Tapi, rasanya langsung dikeplak sama yang di atas. Udah noh, ini rezeki lu, jalanin aja dulu.
Ya udin, saya memantapkan diri untuk maju dan tidak mengambil langkah mundur. Panggilan wawancara itu pun saya abaikan. Pertimbangan saat itu, yang ini sudah di depan mata, yang itu masih tahap wawancara. Lagian saya yakin aja, kalau kerja sungguh-sungguh pasti karir saya ngga kalah dengan orang yang dihargai setara ijazahnya. Ditambah lagi, cita-cita emak saya yang pengen banget anaknya ada yang kerja di bank, mungkin terpengaruh sama tante yang kerja di bank kali, Sedih, pasti. antara yakin ngga yakin dengan pilihan saya saat itu.
Hmm, deskman?, kerja di Unit?, setingkat SMA?. Apa saya memang cuma segitu yah daya jualnya?. Setan-setan mulai bergentayangan di otak saya.
Untungnya pelajaran selama pendidikan itu asik banget. Belajar akuntansi, hukum, layanan. Dan saya baru menyadari bahwa ternyata harusnya saya ini kuliah di jurusan akuntansi. I love Akuntansi. Itu ilmu paling logis dan paling menarik yang sangat relevan dengan kehidupan xixixi. Ngga bikin kening saya berkerut-kerut seperti saat praktikum Kimia analisa di lab dulu ( Baca : Alumni Teknik Kimia Murtad).
Ngga heranlah, saat selesai pendidikan, saya jadi juara disitu. Lhhaaaa otak sarjana ,pelajaran SMA cyiiin, Lagian saya dengar kalau bisa ranking saat pendidikan, ntar penempatannya bakal dapat di Medan kotanya. Melihat kemungkinan bakal penempatan di seluruh wilayah Sumatera Utara, iming-iming itu begitu menggiurkan. Makanya still yakin aja bakal penempatan Medan.
Gitu terima SK, Jeng Jeng Jeng…… (lagi)
Tertulis kota Tebing Tinggi, sebuah Kotamadya berjarak 2 jam dari Medan. Hiks rasanya kayak ditipu kedua kali. Lhaaa itu mana janjinya yang dulu ituuuh, Kenapa dakuh yang sangat menguasai ilmu dasar perbankan ini bisa tercapak keluar Medan. Setalah bisik-bisik nanya-nanya penenmpatan teman yang lain, tahulah saya bahwa penempatan bukan berdasarkan isi otak, tapi berdasarkan fisik semata. Karena yang penepatan Medan, bening-bening banget. Langsung nyadar diri lah. Padahal kurang kece apa eikeh coba. Tapi emang sih ya, awal-awal kerja itu saya sama sekali ngga ngerti dandan. Pakai eye liner aja tahunya udah berapa tahun kerja. Tahunya cuma bedakan sama gincuan doang.Itu juga masih merk pigeon, sementara cewek cewek yang lain udah pakai Tul Jye dsb, makanya wajahnya muluuuuus kayak pantat bayi.
Saat saya masih pakai blazer monoton warna item sama coklat doang, teman yang lain udah model-model Barbara gitu deh, yang pas pendidikan bawaannya ajah sampe 3 koper sendiri. Yang tiap hari matching antara blazer, sepatu dengan tas. Dah aku mah apa tuh dibandingkan mereka.
Akhirnya ngga protes lagi, TNI AD lah. Terima Nasib ini Apa Adanya hahaha. Lagian saya pikir-pikir bagus juga penempatan Tebing Tinggi. Soalnya disana ada nenek saya, jadi kan ngga perlu ngekost sama sekali. Wah malah jadi bersyukur, ngga perlu ngeluarin biaya untuk kamar segala, yippie. Lagian, hepi juga, kalau penempatan Medan masih rempong soal penampilan yang harus cling cling bling bling, kayaknya kalau di daerah gitu, kucel-kucel dikit masih bisa enak dilihat lha, hahaha soalnya kan pembandingnya juga beda -_-
Dan pada akhirnya, saya malah mensyukuri penempatan saya ini. Ternyata ada rahasia besar yang menanti. Iya, saya ketemu suami di kota ini. Cobaaa kalau dulu penempatan Medan, jalan ceritanya bisa beda dong.
Makanya kalau kegigit rogut saat makan risol, jangan langsung dimuntahkan. Kunyah saja perlahan, ngga dapat pedasnya, minimal kan dapat manisnya. Rogut is good, risol is good, Risol isi Rogut is good.
Jangan Suka Mengeluh
Bisa jadi Apa yang kamu jalani hari ini, adalah mimpi orang lain sejak dulu