Ikhlas itu lebih Indah
Seorang teman memberi nasehat kepada saya setelah saya mencurahkan uneg-uneg di hati. Saya setuju sekali dengan kalimat tersebut, bahwa iklhas itu lebih indah. Ikhlas itu lebih menenangkan dan ikhlas itu jauuuuh lebih baik daripada tidak ikhlas, eh.
Namun kemudian saya bertanya-tanya , keadaan yang seperti apakah kita harus ikhlas? Setiap saat?. Terkadang saya mikir, ada saatnya kita tidak boleh mengikhlaskan sesuatu kalau memang itu menjadi hak kita.
Misalkan saja, di dunia kerja, jika aturan perusahaan menjanjikan saat kita mencapai target yang ditentukan maka kita akan mendapat bonus atau reward. Saat bonus atau reward tadi tidak diberikan kepada kita walaupun kita sudah melampaui target apa kita harus ikhlas?. kalau kita menggugat apa disitu kita bisa disebut sebagai orang yang tidak bersyukur?, yang suka cari gara-gara?.
Benar, mungkin kalau kita mengikhlaskan rezeki yang mungkin harusnya milik kita, kita akan berpahala. Benar juga mungkin, dengan kita mengikhlaskannya, siapa tahu Allah akan mengganti yang lebih baik. Dan sangat benar kalau yang namanya rezeki itu ngga akan kemana. tapi , apa kabar kata adil?. Saat kita diperlakukan dengan tidak semestinya. Saat hak yang seharusnya milik kita tapi tidak diberi, apa salah kalau kita mencari keadilan, dengan menggugat kepada yang bersangkutan misalnya, atau malah mengungkapkan perasaan kita, pendapat kita di media sosial dengan tujuan agar pihak yang dimaksud tahu kalau kita tidak puas, kalau mereka sudah wan prestasi?.
Jadi, seandainya saya berhak mendapat hadiah tertentu dari suatu lomba yang saya ikuti, dan ternyata panitia tidak memberikannya kepada saya, apa salah kalau saya menuntutnya. Setelah melalui cara baik-baik kemudian mereka tetap berkelit, apakah dengan menuliskannya di blog pribadi saya akan terkena pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE?.
Terus terang saya bergidik membaca pasal-demi pasal di dalam UU ITE. Dan saya tidak mau kejadian seperti kasus Prita menimpa saya.
Lihat Chipstory berikut : http://chirpstory.com/li/55210 tentang pencemaran nama baik. Yang menyatakan
Lihat Chipstory berikut : http://chirpstory.com/li/55210 tentang pencemaran nama baik. Yang menyatakan
- Ps 310 KUHP mengkriminalisasi tiap orang yg lisan/tertulis menyerang kehormatan/nama seseorang dgn menuduhkan sesuatu u/ diketahui umum
- Informasi yang disampaikan kpd masy umum, yg tdk punya kompetensi melakukan penegakan hukum, maka dpt dianggap pencemaran nama baik
- Gugatan yg disiarkan di media massa & tidak terbukti benar, dpt digugat krn pencemaran nama baik
- Somasi dapat dijerat dgn pencemaran nama baik jika isinya langsung berisi tuduhan & diungkapkan di muka umum
- Ketika menulis surat pembaca di media massa, usahakan tdk bermuatan penghinaan jika tak mau terkena pencemaran nama baik
- Ketika menulis status berisi keluhan di social media juga hrs berhati2 karena bisa terjerat pencemaran nama baik
- Keluhan tanpa menyebutkan dgn jelas nama org atau instansi yg dituju atas keluhan tsb, juga dapat terjerat pencemaran nama baik
- Bahkan mencemarkan nama baik orang yg sudah meninggal pun dapat dipidana dengan pencemaran nama baik
- Psl pencemaran nama baik jg mengintai praktik jurnalisme warga (citizen journalism) baik yg dilakukan media cetak, elektronik & internet
- Pencemaran nama baik jika dilakukan di media online bisa dijerat dgn Ps. 27 (3) jo. Ps. 45 (1) UU ITE
Yang saya warnai merah, berarti kita menulis tentang pihak lain di blog pribadi pun bisa terkena ancaman pencemaran nama baik. Lalu dimana dong letaknya kebebasan mengungkapkan pendapat, kalau toh ternyata apa yang kita tuliskan memang benar?.
Jadi kalau kita sudah menanyakan baik-baik kepada pihak yang bersangkutan, trus sudah bersabar, dan ternyata mereka tetap tidak menggubris kita, kemana kita harus menuntut? Jelas kalau menuntut dengan jalur hukum yang resmi kita pasti kalah, lah mereka perusahaan besar bisa menyewa pengacara. Kalau keinginan kita hanya sekedar memberi efek jera dengan menuliskannya agar masyarakat umum mengetahuinya, apa kita akan dijerat pasal itu juga?
Pertanyaan saya. kalau begitu, apa semua harus diikhlaskan hanya karena kita pihak lemah yang dihantui pasal-pasal yang melindungi pihak yang berkuasa tersebut?.
Adakah yang bisa menjelaskannya kepada saya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar