Tahu ngga, waktu kecil saya punya cita-cita yang lain dari yang lain. Sebelum saya mengerti kalau ada cita-cita yang disebut dokter, pilot, presiden dan lain-lain itu, saya punya satu cita-cita mulia, yaitu Ingin dapat piala biar bisa dipajang di lemari rumah dan membuat ibu saya bangga hahaha. Mulia banget kan.
Makanya kalau ada lomba-lomba tujuh belasan, saya walau malu-malu kucing tapi pasti ikutan satu dua perlombaannya. Entah itu makan kerupuk, lomba lari atau balap karung. Tujuannya cuma satu, pengen juara, dan dapet piala biar cita-cita mulia di atas bisa terwujud. Tapi ternyata, tak satu pun lomba tujuh belasan pernah saya menangkan , nasiblah punya postur imut-imut. Ikut lomba makan kerupuk kalah rakus, lomba lari kalah cepat, balap karung kalah gesit.
Sadar diri ngga bisa membanggakan ortu dari cabang olahraga dan permainan, saya cari cara lain, dengan berusaha jadi juara di kelas. Syukurnya untuk yang satu ini, sejak jaman SD sampai SMA, minimal bisa lah masuk-masuk juara. Tapii sayangnya yang namanya juara kelas itu ngga pernah dapet piala. Hadiahnya kalau ngga buku tulis, pensil, crayon, paling banter tas sekolah. Walau demikian, saya tahu, ibu saya senang sekali melihat rapor saya.
Tapi, tetep cita-cita saya untuk memajang piala di lemari rumah belum kesampaian. Kelas 4 SD saya ikut sanggar tari. Ibu saya yang daftarin, soalnya kata ibu saya memiliki bakat disitu. Senengnya bukan kepalang, karena selain saya memang suka menari, saya pun punya kesempatan buat ikutan berbagai lomba dan tampil sana sini. Beberapa kali ikut lomba, kadang menang kadang ngga. Ngga masalah, yang penting saya senang ibu senang. Sekalinya menang, yang nyimpen piala malah pelatihnya, huhuhu.
Masih belum putus asa, saya ikutan lomba menggambar. Walau ngga bagus-bagus amat, tapi saya lumayan juga kalau disuruh melukis gunung, pohon beserta padi di sawah. Dan sayangnya saya ngga pernah menang, Aduuuh malang nian nasibku.
Tapi ya gitu, karena memang pada dasarnya saya punya jiwa juang yang tinggi, mau kalah berkali-kali juga ngga pernah kapok, kalau ada kesempatan berkompetisi ya mau-mau aja ikutan. Hanya saja, semakin kesini, hadiah perlombaan kebanyakan sudah diganti dengan bentuk lain, tidak melulu berupa piala.
Detik beranjak, bulan berganti, tahun berlalu. Impian itu tetap ada.
Dua tahun lalu, saya membaca sebuah lomba jurnalistik yang diselenggarakan sebuah brand air mineral ternama. Tanpa ragu saya mengikutinya. Sebuah tulisan dari hati saya kirimkan ke panitia. Harapan untuk menang tentu ada, namun tidak berharap terlalu muluk. Berbulan-bulan pengumuman lomba tak jua tiba. Saya pun mulai melupakannya. Sampai di suatu siang, saat sedang sibuk di kantor sebuah telepon saya terima.
" Halo Selamat siang, Dengan mba Windi Widiastuti?"
" Iya Benar"
" Saya dari Aqua Danone mba. Berhubungan dengan event AJA , kami ingin mengundang dan menanyakan kesediaan mba Windi untuk datang di acara malam penganugerahan Jurnalistik Aqua di bala bla bla....... Hari Kamis Tgl 18 April"
" Iya Benar"
" Saya dari Aqua Danone mba. Berhubungan dengan event AJA , kami ingin mengundang dan menanyakan kesediaan mba Windi untuk datang di acara malam penganugerahan Jurnalistik Aqua di bala bla bla....... Hari Kamis Tgl 18 April"
Hwaa, senang bukan kepalang mendengarnya. Walau belum dipastikan sebagai pemenang, namun sudah membuat hati berbunga-bunga. Namun karena pada saat itu, kondisi saya sedang hamil tua, dilema sempat menghampiri. Antara mupeng pengen eksis di acara itu tapi khawatir dengan keselamatan janin.
Singkat cerita, setelah konfirm ke panitia, akhirnya kehadiran saya bisa diwakili oleh ibu saya. Bukan main senangnya beliau waktu saya minta kesediaannya untuk berangkat ke Jakarta.
Saat tiba sesi pengumuman pemenang lomba, ternyata nama saya keluar sebagai salah satu pemenangnya. Dengan gegap gempita diiringi riuh tepuk tangan penonton, ibu melangkah ke panggung acara. Sebuah piagam, plakat dan uang tunai diterima ibu saat itu. Acara tersebut diliput media dan disiarkan di televisi. Ibu saya juga berkesempatan berbincang dan berfoto bersama menteri lingkungan hidup, sesuatu yang merupakan hal istimewa bagi ibu saya yang notabene seorang guru.
![]() |
Itu emak saya yang di Tengah |
![]() |
Bersama Menteri Lingkungan Hidup ( Kiri) dan yang punya Aqua ( kanan) |
Saat menonton acara tersebut di you tube saya tak kuasa menahan haru. Melihat binar bahagia di mata ibu, sesuatu yang selalu saya impikan dari dulu, akhirnya tercapai juga. Dan walau sebuah piala atau piagam tak bisa menggantikan senyum manis ibu, tapi melihat piagam tersebut kini berada di lemari rumah kami, rasanya seperti memperoleh kado terindah yang saya impikan. Bukan piagam tersebut, atau uang tunai yang saya peroleh, atau kepuasan bisa menjadi seorang pemenang yang mejadikannya indah. Tapi bisa membuat ibu saya tampil di muka umum karena prestasi yang saya lakukan, memberi rasa bangga di hatinya itulah yang membuat penghargaan Jurnalistik Aqua kemarin menjadi kado terindah untuk saya dan mungkin untuk ibu saya. Sampai hampir sebulan kemudian, tak henti ibu menceritakan hal ini kepada teman-temannya. Sungguh merupakan kebahagiaan seorang anak bisa membuat perempuan yang melahirkannya ke dunia ini tertawa senang bukan karena suatu materi.
Karena dihadiri secara langsung, maka hadiah-hadiah yang saya peroleh bisa langsung dibawa ibu pulang tanpa melalui jasa pengiriman. Syukurlah jadi bisa langsung mencairkan ceknya hahaha. Tapi sebenarnya, kalau pun harus dikirim via jasa pengiriman, saya ngga keberatan kok, apalagi kalau pakai JNE yang selama ini hampir tidak pernah mengecewakan saya.
![]() |
Hadiah-hadiah yang membuat Tambah Indah :) |
Anyway, semoga di masa mendatang, saya masih diberi kesempatan memperoleh kado-kado indah di hidup saya, yang tidak hanya terasa indah untuk diri saya tapi juga indah untuk orang-orang yang saya sayangi.
Nah, kalau kalian, kado terindah apa yang pernah kalian peroleh dalam hidup. Sharing dong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar