“ Win, aku punya rumah, lokasinya strategis, besar lagi, bisa ga aku agunkan di bank dan dapet kredit?’
Seorang teman menghubungi saya seminggu yang lalu. Bukan pertama kalinya saya mendapat telepon bernada serupa dan menanyakan hal yang sama. Mulai dari teman, sodara, teman suami, teman adek, temen ortu, pokoknya siapa saja yang tahu saya kerja di bank.
Setelah mendengar pertanyaan itu, biasanya saya akan nanya balik
“ Kamu mau kredit untuk membiayai usaha apa?”
“ Aku ga punya usaha apa-apa”
“ Ow, berarti kamu mau pinjem , trus potong gaji gitu ya, bisa aja ntar pake SK aja, ga perlu pakai agunan rumah” jawab saya lagi
“ SK ku udah di bank win, udah ada pinjeman yang lalu. Ga bisa apa, rumahku aja jadi jaminan terus aku dapet uang sesuai harga rumah itu”
Saya : “ ??????”
Maklum banget saya, masih banyak diantara kita yang ga terlalu ngerti kredit di bank itu seperti apa.
Pertama-tama saya mau bilang dulu, bahwa bank sangat berbeda dengan pegadaian, dengan leasing, dengan finance dengan rentenir. Seperti yang pernah saya tulis disini.
Kredit itu sendiri berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan. Jadi kredit adalah penyediaan uang atau tagihan kepada pihak lain berdasarkan perjanjian dan kesepakatandengan jangka waktu tertentu denga sejumlah imbal jasa.
Jadi ada beberapa komponen utama dalam kredit, pertama ada objek yang akan dibiayai, kedua ada kesepakatan antara kedua pihak, ketiga ada imbal jasa bagi pihak bank berupa bunga, dan terakhir ada collateral atau agunan yang menjamin kredit tersebut.
Jadi, kalau mau mendapat kredit di bank, yang utama itu harus ada objek yang dibiayai. Secara garis besar, kredit itu hanya bisa diberikan untuk membiayai dua hal, yaitu untuk tujuan produktif dan untuk tujuan konsumtif.
Gimana tuh maksudnya?.
Tujuan produktif, ya sesuatu yang memberi nilai tambah. Bisa usaha, seperti berdagang, distributor, atau usaha jasa, kayak penjahit, salon, rumah sakit, jasa tenaga kerja, sejenis itu lah. Bisa juga bentuknya investasi tapi yang kemudian hari akan menghasilkan (ujung-ujungnya memberi nilai tambah) seperti investasi untuk beli kebun sawit, membangun hotel. Nah pembayaran kreditnya ya berasal dari usaha yang dia punya. Jadi bank akan memberi kredit sesuai dengan omzet nya, sehingga dapat dipastikan bahwa nasabah mampu mengembalikan kredit sesuai dengan jumlah dan waktu yang disepakati.
Tujuan kedua, yaitu, untuk konsumtif. Dari namanya aja udah jelas, tujuan yang satu ini, bukan untuk memberikan nilai tambah, tapi pure untuk konsumsi pribadi. Contohnya, untuk beli rumah, kalau di bank bisa dilayani dengan KPR. Atau membeli mobil, bisa dengan KKB. Sumber pembayarannya, bisa dua jenis,dari gaji untuk pegawai, atau dari hasil usaha, contohnya untuk para professional seperti dokter, notaries atau pedagang.
Kredit untuk tujuan konsumtif ini hanya diperuntukkan untuk benda yang tidak menghasilkan. Jadi misalnya mau beli ruko ( rumah toko ), ga bisa dilayani disini, dia masuk ke kredit untuk usaha produktif. Mau beli mobil seperti truk atau angkot, itu juga masuk ke usaha produktif ga bisa dilayani di kredit konsumtif. Kenapa?. Karena ya tujuan penggunannya sudah berbeda, jadi ntar bunganya juga beda, jangka waktunya juga beda. Bunga untuk kredit konsumtif lebih rendah, jangka waktunya juga lebih panjang. Untuk KPR bisa sampai 15 tahun, sedangkan untuk KKB bisa sampai 5 tahun. Sedangkan kalau kredit untuk tujuan produktif, bunganya lebih tinggi dan jangka waktunya juga pendek. Untuk kredit modal kerja maksimal 3 tahun. Sedangkan kredit investasi, tergantung dari jenis investasinya. Kalau sawit atau karet bisa sampai 13 atau 15 tahun.
Kemudian ada juga kredit khusus untuk pegawai. yang sebelumnya sudah ada perjanjian kerjasama antara instansinya dan bank. Pinjaman yang ini, terserah mau digunakan untuk apa. Bisa untuk bayar uang sekolah anak, untuk beli kulkas, mesin cuci, terserah saja. Yang penting gajinya masih mencukupi. Mau untuk beli sawit juga ya monggo, mau untuk modal usaha ya silahkan. Yang bisa minjem kredit ini hanya pegawai dengan pembayaran melalui mekanisme potong gaji
Nah dari tujuan pemberian kredit tersebut, jelaslah ga ada kredit yang diberikan bank tanpa jelas peruntukannya dan sumber pembayaranannya. Jadi kalau mau ngagunkan rumah terus usahanya ga ada, gajinya juga sudah ga ada, ya jelas bank tidak bisa melayani. Yang seperti itu adalah ranahnya Pegadaian. Kalau pegadaian kan kita mengagunkan suatu barang, mereka taksir harganya, kemudian kita diberi pinjaman sejumlah itu, untuk kemudian kita tebus kembali. Kalau tidak bisa menebusnya di bulan berikutnya maka kita dikenakan sejumlah biaya bunga. Begitu seterusnya sampai kita memiliki dana yang cukup untuk menebus barang tersebut.
Barang yang menjadi agunan juga akan dikuasai oleh mereka, dalam arti fisik barangnya akan dipegang oleh mereka, seperti motor, televisi, emas. Makanya pegadaian ga nerima agunan rumah, karena rumah kan ga bisa dipindah ke gudangnya pegadaian. Kalau di bank, objek yang menjadi agunan ga perlu disimpen sama bank, cukup tanda bukti kepemilikannya saja, seperti surat rumah atau sertifikat tanah. Kalau untuk kredit pegawai, cukup SK nya saja yang dikuasai. Jelas banget bedanya kan.
Trus apa bedanya dong bank dengan rentenir?
Jelas beda. Rentenir tuh kalau ngasih uang ke orang, ngasih aja sama seperti pegadaian, sesuai dengan barang yang diborohkan. Ntar dikenai sejumlah bunga sebagai imbalanannya. Kalau ga sanggup bayar, barang yang diborohkan akan menjadi miliknya. Rentenir itu memberi uang kepada orang yang butuh. Ga peduli dia punya kemampuan bayar atau tidak. Tidak ada analisa sama sekali.
Beda dengan bank, dalam memberikan kredit, bank akan melakukan analisa terlebih dahulu, terhadap semua aspek, seperti keuangan, modal, karakter, prospek ke depan, dan analisa agunannya. Kalau kreditnya untuk pegawai yang mana sumber pembayarannya dari gaji, maka bank juga menetapkan, bahwa maksimal angsuran kredit hanya 30 % dari Take Home Pay si pegawai, ga bisa seluruh gajinya digunakan untuk ngangsur. Jadi ga sembarangan, makanya kalau angsuran kreditnya sudah lebih dari 30 % gaji, ga bisa minjem lagi. Intinya bank memberi kredit/uang kepada orang yang layak diberi bukan orang yang butuh uang. Jadi bisa saja seorang pengusaha yang memiliki uang banyak tetep kita kasih kredit untuk ngembangin usahanya. Karena ia punya uang yang banyak, daripada mengagunkan rumah atau tanahnya, ia bisa mengagunkan uangnya dalam bentuk deposito, surat berharga atau tabungan. Jadi uangnya tetep milik dia, plus dapet tambahan kredit untuk mengembangkan usahanya.
Lalu, beda rentenir dengan pegadaian apa?
Hmm,perbedaan yang paling mencolok sih dari perlakuan terhadap agunan. Kalau kita tidak sanggup menebus agunan kita di pegadaian, maka mereka wajib melakukan lelang. Nantinya hasil lelang dipakai untuk membayar uang yang dipinjamkan ke kita. Kalau hasil lelang lebih besar dari uang yang kita nikmati, maka sisanya akan dikembalikan ke kita ( ini sangat jarang terjadi ). Nah kalau rentenir, saat kita ga bisa melunasi hutang kita, ya sudah, langsung aja tuh agunan berpindah kepemilikan menjadi milk dia.
Waduh, ribet banget ternyata ya kredit di bank.
Ngga juga. Sebenarnya simple banget. Bank tuh, malah sangat melindungi nasabah lo,kita hanya ngasih pinjaman sesuai kemampuan nasabah. Jadi ngga akan menjerumuskan nasabah meminjam uang yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Ntar malah digunakan untuk yang ga penting-penting. Kalau seorang pedagang minjem , yang kita biayai ya hanya persediaan dagangnya dan piutangnya saja. Jumlahnya juga sesuai dengan omzetnya, ga kurang ga lebih. Karena kalau kurang ntar usahanya ga maksimal, kalau lebih ntar malah digunakan untuk macem-macem yang bukan untuk usahanya. Padahal pembayarannya kan berasal dari hasil usaha.
Jadi jangan ragu mau ngajukan kredit di bank. Kalau kamu pengusaha, ajukan kredit untuk tujuan produktif seperti kredit modal kerja atau kredit investasi. Kalau kamu pegawai, ajukan kredit khusus untuk pegawai. Kalau kamu Pengusaha yang juga pegawai, terserah mau ngajuin yang mana, tergantung kebutuhanmu. Beda tujuan, akan beda bunganya. Cari yang paling ringan
Jangan takut buat kredit. Ingat rumus akuntansi , Harta = Hutang + Modal.