Sabtu, 15 September 2012

Credere = Kepercayaan


“ Win, aku punya rumah, lokasinya strategis, besar lagi, bisa ga aku agunkan di bank dan dapet kredit?’

Seorang teman menghubungi saya seminggu yang lalu. Bukan pertama kalinya saya mendapat telepon bernada serupa dan menanyakan hal yang sama. Mulai dari teman, sodara, teman suami, teman adek, temen ortu, pokoknya siapa saja yang tahu saya kerja di bank.

Setelah mendengar pertanyaan itu, biasanya saya akan nanya balik

“ Kamu mau kredit untuk membiayai usaha apa?”
“ Aku ga punya usaha apa-apa”
“ Ow, berarti kamu mau pinjem , trus potong gaji gitu ya, bisa aja ntar pake SK aja, ga perlu pakai agunan rumah” jawab saya lagi

“ SK ku udah di bank win, udah ada pinjeman yang lalu. Ga bisa apa, rumahku aja jadi jaminan terus aku dapet uang sesuai harga rumah itu”

Saya : “ ??????”

Maklum banget saya, masih banyak diantara kita yang ga terlalu ngerti kredit di bank itu seperti apa.
Pertama-tama saya mau bilang dulu, bahwa bank sangat berbeda dengan pegadaian, dengan leasing, dengan finance dengan rentenir. Seperti yang pernah saya tulis disini.

Kredit itu sendiri berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan. Jadi kredit adalah penyediaan uang atau tagihan kepada pihak lain berdasarkan perjanjian dan kesepakatandengan jangka waktu tertentu denga sejumlah imbal jasa.

Jadi ada beberapa komponen utama dalam kredit, pertama ada objek yang akan dibiayai, kedua ada kesepakatan antara kedua pihak, ketiga ada imbal jasa bagi pihak bank berupa bunga, dan terakhir ada collateral atau agunan yang menjamin kredit tersebut.

Jadi, kalau mau mendapat kredit di bank, yang utama itu harus ada objek yang dibiayai. Secara garis besar, kredit itu hanya bisa diberikan untuk membiayai dua hal, yaitu untuk tujuan produktif dan untuk tujuan konsumtif.

Gimana tuh maksudnya?.

Tujuan produktif, ya sesuatu yang memberi nilai tambah. Bisa usaha, seperti berdagang, distributor, atau usaha jasa, kayak penjahit, salon, rumah sakit, jasa tenaga kerja, sejenis itu lah. Bisa juga bentuknya investasi tapi yang kemudian hari akan menghasilkan (ujung-ujungnya memberi nilai tambah) seperti investasi untuk beli kebun sawit, membangun hotel. Nah pembayaran kreditnya ya berasal dari usaha yang dia punya. Jadi bank akan memberi kredit sesuai dengan omzet nya, sehingga dapat dipastikan bahwa nasabah mampu mengembalikan kredit sesuai dengan jumlah dan waktu yang disepakati.

Tujuan kedua, yaitu, untuk konsumtif. Dari namanya aja udah jelas, tujuan yang satu ini, bukan untuk memberikan nilai tambah, tapi pure untuk konsumsi pribadi. Contohnya, untuk beli rumah, kalau di bank bisa dilayani dengan KPR. Atau membeli mobil, bisa dengan KKB. Sumber pembayarannya, bisa dua jenis,dari gaji untuk pegawai, atau dari hasil usaha, contohnya untuk para professional seperti dokter, notaries atau pedagang.

Kredit untuk tujuan konsumtif ini hanya diperuntukkan untuk benda yang tidak menghasilkan. Jadi misalnya mau beli ruko ( rumah toko ), ga bisa dilayani disini, dia masuk ke kredit untuk usaha produktif. Mau beli mobil seperti truk atau angkot, itu juga masuk ke usaha produktif ga bisa dilayani di kredit konsumtif. Kenapa?. Karena ya tujuan penggunannya sudah berbeda, jadi ntar bunganya juga beda, jangka waktunya juga beda. Bunga untuk kredit konsumtif lebih rendah, jangka waktunya juga lebih panjang. Untuk KPR bisa sampai 15 tahun, sedangkan untuk KKB bisa sampai 5 tahun. Sedangkan kalau kredit untuk tujuan produktif, bunganya lebih tinggi dan jangka waktunya juga pendek. Untuk kredit modal kerja maksimal 3 tahun. Sedangkan kredit investasi, tergantung dari jenis investasinya. Kalau sawit atau karet bisa sampai 13 atau 15 tahun.

Kemudian ada juga kredit khusus untuk pegawai. yang sebelumnya sudah ada perjanjian kerjasama antara instansinya dan bank. Pinjaman yang ini, terserah mau digunakan untuk apa. Bisa untuk bayar uang sekolah anak, untuk beli kulkas, mesin cuci, terserah saja. Yang penting gajinya masih mencukupi. Mau untuk beli sawit juga ya monggo, mau untuk modal usaha ya silahkan. Yang bisa minjem kredit ini hanya pegawai dengan pembayaran melalui mekanisme potong gaji

Nah dari tujuan pemberian kredit tersebut, jelaslah ga ada kredit yang diberikan bank tanpa jelas peruntukannya dan sumber pembayaranannya. Jadi kalau mau ngagunkan rumah terus usahanya ga ada, gajinya juga sudah ga ada, ya jelas bank tidak bisa melayani. Yang seperti itu adalah ranahnya Pegadaian. Kalau pegadaian kan kita mengagunkan suatu barang, mereka taksir harganya, kemudian kita diberi pinjaman sejumlah itu, untuk kemudian kita tebus kembali. Kalau tidak bisa menebusnya di bulan berikutnya maka kita dikenakan sejumlah biaya bunga. Begitu seterusnya sampai kita memiliki dana yang cukup untuk menebus barang tersebut.

Barang yang menjadi agunan juga akan dikuasai oleh mereka, dalam arti fisik barangnya akan dipegang oleh mereka, seperti motor, televisi, emas. Makanya pegadaian ga nerima agunan rumah, karena rumah kan ga bisa dipindah ke gudangnya pegadaian. Kalau di bank, objek yang menjadi agunan ga perlu disimpen sama bank, cukup tanda bukti kepemilikannya saja, seperti surat rumah atau sertifikat tanah. Kalau untuk kredit pegawai, cukup SK nya saja yang dikuasai. Jelas banget bedanya kan.

Trus apa bedanya dong bank dengan rentenir?

Jelas beda. Rentenir tuh kalau ngasih uang ke orang, ngasih aja sama seperti pegadaian, sesuai dengan barang yang diborohkan. Ntar dikenai sejumlah bunga sebagai imbalanannya. Kalau ga sanggup bayar, barang yang diborohkan akan menjadi miliknya. Rentenir itu memberi uang kepada orang yang butuh. Ga peduli dia punya kemampuan bayar atau tidak. Tidak ada  analisa sama sekali.

Beda dengan bank, dalam memberikan kredit, bank akan melakukan analisa terlebih dahulu, terhadap semua aspek, seperti keuangan, modal, karakter, prospek ke depan, dan analisa agunannya. Kalau kreditnya untuk pegawai yang mana sumber pembayarannya dari gaji, maka bank juga menetapkan, bahwa maksimal angsuran kredit hanya 30 % dari Take Home Pay si pegawai, ga bisa seluruh gajinya digunakan untuk ngangsur.  Jadi ga sembarangan, makanya kalau angsuran kreditnya sudah lebih dari 30 % gaji, ga bisa minjem lagi. Intinya  bank memberi kredit/uang kepada orang yang layak diberi bukan orang yang butuh uang. Jadi bisa saja seorang pengusaha yang memiliki uang banyak tetep kita kasih kredit untuk ngembangin usahanya. Karena ia punya uang yang banyak, daripada mengagunkan rumah atau tanahnya, ia bisa mengagunkan uangnya dalam bentuk deposito, surat berharga atau tabungan. Jadi uangnya tetep milik dia, plus dapet tambahan kredit untuk mengembangkan usahanya.

Lalu, beda rentenir dengan pegadaian apa?

Hmm,perbedaan yang paling mencolok sih dari perlakuan terhadap agunan. Kalau kita tidak sanggup menebus agunan kita di pegadaian, maka mereka wajib melakukan lelang. Nantinya hasil lelang dipakai untuk membayar uang yang dipinjamkan ke kita. Kalau hasil lelang lebih besar dari uang yang kita nikmati, maka sisanya akan dikembalikan ke kita ( ini sangat jarang terjadi ). Nah kalau rentenir, saat kita ga bisa melunasi hutang kita, ya sudah, langsung aja tuh agunan berpindah kepemilikan menjadi milk dia.

Waduh, ribet banget ternyata ya kredit di bank.

Ngga juga. Sebenarnya simple banget. Bank tuh, malah sangat melindungi nasabah lo,kita hanya ngasih pinjaman sesuai kemampuan nasabah. Jadi ngga akan menjerumuskan nasabah meminjam uang yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Ntar malah digunakan untuk yang ga penting-penting. Kalau seorang pedagang minjem , yang kita biayai ya hanya persediaan dagangnya dan piutangnya saja. Jumlahnya juga sesuai dengan omzetnya, ga kurang ga lebih. Karena kalau kurang ntar usahanya ga maksimal, kalau lebih ntar malah digunakan untuk macem-macem yang bukan untuk usahanya. Padahal pembayarannya kan berasal dari hasil usaha.

Jadi jangan ragu mau ngajukan kredit di bank. Kalau kamu pengusaha, ajukan kredit untuk tujuan produktif seperti kredit modal kerja atau kredit investasi. Kalau kamu pegawai, ajukan kredit khusus untuk pegawai. Kalau kamu Pengusaha yang juga pegawai, terserah mau ngajuin yang mana, tergantung kebutuhanmu. Beda tujuan, akan beda bunganya. Cari yang paling ringan

Jangan takut buat kredit. Ingat rumus akuntansi , Harta = Hutang + Modal.




Siapa Yang Teroris, Siapa Yang Dituduh ???



Baru baca berita tentang tuduhan MetroTV terhadap Rohis, sebagai tempat rekrutmen dan kaderisasi teroris. Ya ampuun, aya-aya wae. Yakin seratus persen yang nurunin berita itu pasti dulunya ngga pernah ikut Rohis di sekolahan dan salah mengartikan kata Teroris. Gara-gara berita itu, saya lihat status temen di FB, ortunya langsung nelfon dan ngingetin dia untuk ga terlalu aktif di Rohis, malah kalau bisa ngga usah ikutan Rohis.

Bukannya bermaksud mau ikut-ikutan heboh mengomentari, hanya saja heran kok sekarang gampang banget ya ngeluarin tuduhan terhadap semua kegiatan yang berbau keagamaan terhadap kegiatan teror. Orang pakai cadar dibilang teroris, jenggotan teroris, celana ngatung dituduh teroris. Lah yang beneran teroris malah asik melenggang kesana kemari dan dianggap orang suci.Ah saya malas membeberkan kegiatan yang nyata-nyata meneror orang banyak tapi dianggap pembelaan diri. Yang nyata-nyata menyengsarakan ribuan keluarga ya masih dielu-elukan. Sudah begitu banyak yang membahasnya tapi ga ada yang menggubris tuh.

Sebagai seorang mantan Rohis jaman sekolahan dan jaman kuliahan dulu saya sangat geli membaca berita tersebut. Setahu saya sih dulu saya ikut Rohis dengan kerelaan, ga pake dipaksa-paksa. Trus kegiatan ROhis tuh malah bagus banget untuk remaja, apalagi jaman sekarang. Kalau saya sebagai orangtua , mungkin nantinya saya malah lebih tenang kalau anak saya aktif di Rohis. Ngga ada tuh kegiatan Rohis yang mendatangkan mudharat. Di Musholla kita baca Qur'an, membahas isi Al Qur'an, ikut bantu mentoring keagamaan adik kelas, yang semuanya itu isinya mengajak kebaikan, mendekatkan diri ke agama yang malahan belum tentu bisa diajarkan orangtua di rumah. Dan semua kegiatan itu tidak menganggu kegiatan belajar mengajar sama sekali. Wong dilakukan di jam istirahat atau kalau kuliah di sela-sela pergantian jam kuliah. 

Setiap minggu dulu saya dan temen-temen Rohis dikasih tugas buat menghapal ayat-ayat pendek, ntar minggu depan kita setor tuh hapalan. Makin lama ayat yang dihapal makin panjang, lama-lama kalau emang anaknya punya daya ingat yang kuat bisa hapal Al-Qur;an deh. Ada juga kajian rutin mingguan, yang materinya ngga berat-berat amat, seperti menyemangati kita-kita yang kuliah dengan biaya pas-pasan. Ajakan menghormati orangtua, kewajiban menuntut ilmu. Pokoknya, bagus lah buat remaja yang terkadang suka kebablasan kalau ngga ada yang ngingetin.

Trus ya kalau ada temen yang kesusahan, misalnya ngga bisa bayar uang kuliah, ntar dari pihak Rohis kita bakal urunan buat bantu temen tersebut, kalau belum cukup kita ajak juga temen-temen di luar Rohis ikut nyumbang. Malah ngajarin ukhuwah yang erat.  

Saya inget dulu saya punya grup nasyid favorit namanya Izzatul Islam. Lagunya bagus-bagus dan selalu mengobarkan semangat. Suatu saat mereka mau konser di Semarang, wah saya pengen banget nonton, tapi ngga punya duit. Temen Rohis yang tau tanpa mikir langsung membelikan saya tiket untuk nonton. Wih, ikut Rohis itu membuat kita nemuin temen-temen dengan hati seluas Samudra dan sebening embun.

Belum lagi, pernah ada mahasiswa di jurusan lain di Fakultas Teknik yang terancam DO karena ngga mampu bayar kuliah,penyebabnya dia diusir keluarganya ( saya kurang jelas masalahnya apa), tapi yang jelas Rohis yang turun langsung ke tiap jurusan, ngumpulin iuran buat dia, trus nyariin tempat tinggal buatnya sampai masalah dengan keluarganya selesai. Itu ROhis yang saya tau.

Trus kegiatan lain yang saya ingat ya, kami rutin mengadakan bazar sembako bersubsidi yang kami bagikan di desa-desa terpencil, pemerintah aja belum tentu ngadain kegiatan begituan. Belum lagi kegiatan ngumpulin baju layak pakai untuk nantinya dibagi-bagikan ke orang ngga mampu. Nah lho, ikut Rohis tuh malah mengasah rasa empati , melatih toleransi dan menyingkirkan rasa egois di dalam diri. Bahkan lagi yah, dulu di Rohis saya ada juga kok yang ngga pakai jilbab ya ikutan Rohis, dan diterima dengan baik, ngga ada tuh paksaan buat pakai jilbab seketika itu juga. Namun  pelan-pelan, mungkin karena sering dengar kajian dan mendapat hidayah akhirnya teman tersebut memutuskan mengenakan jilbab juga.

Aih ngga ngertilah, mungkin orang jaman sekarang lebih suka anaknya ikut kegiatan yang jelas kelihatan manfaatnya secara kasat mata, yang mendatangkan materi, yang menaikkan gengsi, atau yang meningkatkan status pergaulan kali.

Sebegitu paranoidnyakah musuh-musuh Islam sampe nuduh Rohis seperti itu?.

Saya Rohis dan saya bukan teroris.

Jumat, 14 September 2012

Di Doa Ibuku, Namaku Disebut




“ Ngapain toh le jauh-jauh ngelamar kerja ke Sumatera”

Masih terngiang kata-kata bapak beberapa tahun lalu padaku. Sore itu di teras rumah Joglo kediaman kami di Desa Cokroyasan Kutoarjo. Sambil memijit kaki bapak, aku utarakan niatku padanya.

“ Tempa kerja yang sekarang kurang enak pak, bosnya bukan orang kita “ kuutarakan alasanku
“ Ya tapi kan ga harus ke Sumatera, Medan itu jauh lo, kalau naik bis bisa sampai tiga hari tiga malam”
“ Kan ada pesawat pak “ kilahku

Kulihat bapak menghela nafas panjang

“ Terserah kamu sajalah “ akhirnya bapak menyerah pada keputusanku

****

Lowongan
Sebuah perusahaan perkebunan BUMN di Sumatera Utara
Syarat khusus: bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Sumatera Utara

Kubaca pengumuman yang tertera di koran Kompas pagi ini. Hmm sebuah kesempatan bagus, pikirku. Perusahaan BUMN merupakan janji masa depan yang lebih baik. Sudah setahun ini aku merantau ke Jakarta, meninggalkan bapak dan ibu yang sudah sepuh di Kutoarjo. Pekerjaanku di kota ini tidaklah sementereng gelar pendidikanku, Sarjana Teknik. Di perusahaan pembuatan botol segala jenis minuman ini , aku bekerja shift, seminggu pagi, seminggu siang, seminggu malam. Ritme yang kurang bagus untuk kesehatan. Huuuft memangnya ada pilihan lain ?

Pemilik perusahaan ini adalah warga pribumi keturunan. Seperti kebanyakan perusahaan swasta sejenis, kesejahteraan adalah kata-kata yang jauh dari apa yang dirasakan.

Mimpi besarku untuk membiayai bapak dan ibu ke tanah suci menghantarkanku ke kota metropolitan ini. Berbekal semangat yang menyala, aku terima tawaran kerja dari teman kuliahku yang sudah terlebih dahulu mengadu nasib disini. Awalnya aku kira ini hanya sebagai batu loncatan. Tapi ternyata batu yang sedang kuinjak tidak terlalu kuat untuk kujadikan pijakan ke tempat yang lebih tinggi.

Gaji yang tak sebanding dengan biaya hidup di ibukota membuat waktu untuk memberangkatkan kedua orangtuaku ke tanah suci semakin lama.

Pagi ini, jadwal ujian tahap awal di perusahaan perkebunan itu. Dengan semangat angkatan 66 kulangkahkan kaki ke fakultas Teknik UI , tempat berlangsungnya test. Kurang lebih tiga jam waktu yang tersedia untuk menjawab soal-soal yang diberikan. Syukurlah pekerjaan yang selama ini kugeliti turut membantuku menjawab soal-soal tersebut.

Tampaknya test pertama ini berjalan dengan mulus. Segera kutinggalkan lokasi test. Sudah waktunya aku kembali ke pabrik.

Panggilan demi panggilan berikutnya semakin mengukuhkan langkahku. Tinggal dua tahapan lagi. Tidak seperti lazimnya perusahaan yang menempatkan test kesehatan di akhir. Perusahaan ini melakukan test kesehatan sebelum wawancara. Tidak masalah, batinku.

Masalahnya adalah, test kesehatan tidak dilakukan di Jakarta, tetapi di Jogja. Karena test akan digabung bersama dengan peserta test yang berasal dari Jogja dan Surabaya.

Pusing kepalaku memikirkannya. Bagaimana mungkin aku bisa ke Jogja. Surat panggilan test baru aku terima pagi ini. Sedangkan testnya besok hari. Naik pesawat ??? aku tidak punya uang untuk beli tiket pesawat. Ahhh, mungkin memang bukan rezekiku pikirku.

Namun hatiku tidak tenang, seperti ada yang mendorong terus agar aku berangkat ke Jogja. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Baiklah, bismillah. Dengan bekal seadanya aku keluar dari kostku di Jatibening menuju terminal bis Kampung Rambutan. Kalau naik kereta api, sudah tidak terkejar lagi.

Sungguh sial nasibku, bis yang ke Jogja dan ke arah Jawa Tengah maupun Jawa Timur sudah tidak ada lagi. Satu-satunya jalan, aku harus berganti-ganti bis . Cepat kuputuskan untuk segera naik ke bis jurusan Cirebon, satu-satunya bis yang masih tersisa. Ah yang penting berangkat dulu, pikirku. Selanjutnya dipikirkan nanti saja.

Ternyata keberuntungan belum berpihak padaku. Sampai di Purwakarta, laju bis mulai tersendat, di depan ada kecelakaan, sehingga menyebabkan lalu lintas macet. Ah dengan gelisah kulirik jam tangan yang melingkar di tanganku, pukul sebelas malam. Kuhitung cepat jarak perjalanan. Sepertinya sudah tidak mungkin aku bisa tiba di Jogja sebelum test dimulai.

Dengan lunglai kuambil keputusan untuk kembali ke Jakarta. Percuma saja, waktunya sudah tidak terkejar lagi.

Pukul tiga pagi, aku sudah meringkuk di kamar kos. Ada yang berkecamuk di pikiranku. Tapi segera kutenangkan hatiku. Mencoba ikhlas, semoga ini memang ketentuan dari Nya. Mataku pun tak kuasa melawan perintah ragaku yang sudah lelah.
Keesokan pagi, aku pergi kerja seperti biasa. Sarapan di depan pabrik. Berusaha melupakan kesempatan yang hilang si pelupuk mata.

Jam delapan lewat lima belas, saat tiba-tiba handphoneku bergetar. Kulirik sekilas, nomor Jogja. Dengan penasaran segera kutekan tombol yes.

“ Halo , selama pagi dengan bapak Teguh”

Suara seorang peremuan di ujung sana

“ Iya benar saya sendiri, mohon maaf ini dari mana ya”

“ Saya Fitri, dari LPP Jogja pak, seharusnya bapak hadir pagi ini untuk mengikuti test kesehatan, bisa kami tahu posisi bapak sekarang dimana, kalau memungkinkn biar kami tunggu ?”

Hah. Ga salah dengar ni telingaku. Baru kali ini aku mendengar ada perusahaan yang mau menunggu bakal calon pekerjanya. Sejujurnya timbul setitik harapan di hatiku, siapa tau masih rezekiku.

“ Ehmmm, saya lagi di Jakarta bu, tadi malam kehabisan tiket sehingga tidak bisa hadir” jawabku jujur.

Hening disana, kudengar ibu Fitri tersebut berbicara dengan seseorang di seberang.

“ Maaf bapak, perintah atasan saya, semua peserta test harus melaksanakan test, apakah bapak bisa megusahakan kesini secepatnya, kami akan tunggu “ katanya

APAA, tak percaya aku mendengarnya. Apakah ini memang jodohku? Pikirku, Tanpa pikir panjang langsung kusanggupi untuk segera kesana secepatnya.

Klik, telepon pun terputus. Tinggal aku termenung sendiri. Darimana aku punya uang untuk membeli tiket pesawat. Dengan lemas aku terduduk.

Tiba-tiba aku teringat dengan uang pemberian bapak sebelum aku merantau ke Jakarta yang belum kugunakan. Secepat kilat aku berlari kembali ke kos. Untung jarak kosku ke pabrik tidak terlalu jauh. Kubongkar seluruh isi lemari, mencari-cari amplop pemberian bapak. Cepat kurobek, disitu tersusun rapi lembaran sebanyak Rp500 ribu. Hampir tak mampu aku membendung air mata ini. Jumlah yang cukup untuk satu kali penerbangan. Masalah balik, biar nanti dipikirkan.

Seperti mendapat suntikan baru aku berangkat ke bandara Soekarno Hatta. Bismillah, aku pun berangkat ke Jogja. Sampai di LPP hari sudah sore. Seperti janji di telepon. Bu Fitri segera mengantarkanku ke ruang pemeriksaan kesehatan.

*****

Hampir setahun sudah aku menjalani training di perusahaan perkebunan ini. Seminggu setelah test kesehatan yang luar biasa itu, aku menerima panggilan wawancara. Syukurlah kali ini wawancara berlangsung di Jakarta. Tiga hari kemudian aku dinyatakan lulus dan dua hari kemudian harus berangkat ke Medan untuk menjalani training selama setahun.
                                                                
Malam itu juga aku segera berangkat ke kampung halamanku, Kutoarjo. Bagaimanapun juga aku akan berada di Sumatera dalam waktu yang aku tak tahu berapa lama. Aku ingin minta doa restu dari bapak dan ibu.

Kulihat dengan berat bapak memberi restunya untukku. Sedangkan ibu, beliau hanya menangis. Mungkin karena aku anak paling kecil, sehingga berat ia melepaskanku, padahal selama ini juga aku jauh dari mereka. Hanya saja bayangan pulau Sumatera yang jauh dan tidak ada sanak saudara disana membuat hati kedua orangtuaku berat.

Hanya semalam aku melepas rindu. Esok paginya aku harus segera kembali ke Jakarta. Kucium tangan ibu, berharap ridhonya akan meringankan langkahku. Bapak hanya diam menatapku.

****

Ternyata Sumatera Utara jauh sekali dari bayanganku selama ini. Aku pikir, daerahnya terpencil, sunyi dan tidak modern. Ternyata fasilitas disini tidak berbeda jauh dari yang ada di Jawa. Ditambah teman-teman yang ternyata delapan puluh persennya adalah dari Jawa membuatku merasa seperti di kampung halaman sendiri.

Selama training kami seperti diisolasi dari dunia luar. Tidak boleh pulang selama satu tahun. Tadi malam bapak meneleponku, memberitahukan bahwa besok beliau dan ibu akan berangkat ke tanah suci. 

“ Hati-hati ya bu disana, doakan aku biar sukses disini” kataku pada ibu

Meskipun tak melihat, aku tahu ibu pasti sedang menitikkan air mata disana. Ah ibu, entah mengapa belakangan ini selalu mengharu biru kalau berbicara denganku.

“ Kamu juga jaga diri disana ya le, kalau bisa segera cari istri, biar ibu sempet kenal sama menantu ibu” kata ibu sambil tertawa
.

***

Malam itu, aku sedang bertugas di pabrik. Kulihat layar HP ku berkedip kedip. Nomor telepon Mas Agus di kampung. Tiba-tiba rasa mulas menyerang perutku. Perasaan tidak enak menyelimutiku. Tidak biasa-biasanya mas ku ini menelepon, malam-malam pula.

“ Halo, Assalamualaikum, ada apa mas” tanyaku tanpa basa basi

Hening diseberang

“ Kamu sehat kan Guh “

Bukannya menjawab pertanyaanku, mas Agus malah balik bertanya

“ Alhamdulillah sehat mas “ Jawabku

Tiba-tiba kudengar mas ku menghela nafas panjang

“ Yang sabar ya Guh, ibu sudah pergi tadi siang”

DEG, lemas rasanya persendianku. Ibu pergi??? Aku masih berusaha mencerna kata-kata mas Agus.

“ Kapan mas, dimana? “ tanyaku gugup

“ Tadi siang di Mina, dehidrasi” jelas mas Agus

Ya Allah, ibuku yang baik, ibuku yang salehah, ibuku yang terakhir kali aku temui setahun yang lalu. Tak kuasa aku membendung lagi tangis yang sejak tadi kutahan.

****

Esok siangnya, aku memimpin sholat ghaib untuk ibu di mesjid sebelah pabrik. Kukirimkan doa-doa untuk meringankan langkahnya disana.

Aku tidak pulang ke Kutoarjo, karena memang tidak ada yang bisa kutemui disana. Ibu dimakamkan di Mekah. Sedangkan bapak belum pulang dari haji nya. Akhir bulan ini baru aku pulang sekalian menjemput kepulangan bapak.

Tak kusangka , ciuman tanganku setahun yang lalu, adalah kontak fisikku terakhir bersama ibu.

***

Selalu ada hikmah di setiap peristiwa
Allah telah mengambil wanita yang paling berjasa dalam hidupku
Namun Ia begitu baik padaku
Setahun setelah kepergian ibu, aku diberi ganti
Seindah-indah perhiasan dunia
Kini mendampingi hari-hariku
Dia lah Istriku
Yang menceritakan kisah ini padamu

Tulisan diikutkan dalam STIKY POST ELFRIZE



 Gambar dari sini

.


Kun Fayakun




Katakanlah alam semesta ini terbentuk oleh sebab akibat. Dan kita manusia dan segala isinya terhubung secara tidak kasat mata oleh benang yang bernama takdir. Sesuatu tidak akan terjadi kalau yang lain belum terjadi. Si A tidak akan menjadi A kalau B belum menjadi B.

Jadi apa yang dilakukan Jono akan berpengaruh terhadap Joni dimana bila Joni tidak melakukan itu maka Juminten akan gagal melakukan yang lainnya sehingga kalau Juminten gagal akibatnya Jumadi tidak akan berhasil melaksanakan misinya, maka dunia akan kacau balau .

Ibarat sebuah lukisan yang terbentuk dari campuran berbagai warna, dari ratusan garis yang dihubungkan oleh beribu titik. Semua saling terhubung menciptakan harmoni sehingga sim salabim jadilah lukisan bunga matahari.

Sebenarnya saya mau ngomong apa sih??

Jadi gini ceritanya, tadi siang saya lagi di toilet kantor. Disitu ada cewek yang sebelahan sama divisi saya . Selama ini kalau ketemu di kamar mandi, di mushola, di lift, saya dan dia tidak pernah saling sapa. Tapi hari ini saya tergerak untuk menyapanya.

Adegan di Toilet

Sambil cuci tangan di wastafel, lirik-lirik ke kaca, sapa ngga ya, sapa ngga ya. Sapa ngga sapa ngga sapa. Oke .

Setelah basa-basi nanyain udah sholat belum, bicarain ac yang terlalu dingin, trus percakapan berlanjut.

Saya :“ Mba udah lama ya nikahnya?”
Si Mba : “ Iya, udah 6 bulan”
Oooo ( dalam hati, masih lamaan aku dong udah 4 tahun )
Si Mba : “ Udah punya baby mba ?”

Detik itu saya  langsung menyesal menyapa, tau gitu dari tadi diem aja, daripada ditanyain pertanyaan itu lagi. Namun demi kesopanan saya pun menjawab

Saya : “ Belum mba, hehehehe ( dalam hati meringis)
Si Mba ; “ Wah sama dong mba, saya juga belum ( pelukan berasa senasib)

Dan seterusnya akhirnya saya dan dia malah mengobrol panjang lebar . Banyak banget yang kami omongin yang menghantarkan kami ke satu kesimpulan. Semua hal ada sebab akibatnya.

Setelah keluar dari toilet saya jadi mikir. Hmm bener juga yah kata si mba tadi bahwa semua itu udah ada yang ngatur, jadi ga perlu sedih kalo belum dapet apa yang kita inginkan.

Nah disinilah saya mulai berpikir tentang alam semesta seperti yang di paragraph pertama tadi. Jadi saya mau menganalisa, bagaimana proses terlahirnya seseorang ke dunia yang fana ini. Hasil analisa sementara saya begini.

Memiliki anak itu, bukan hanya antara si suami dan istri. Bukan pula tentang ayah, ibu, dan anak itu kelak. Tapi ada suatu system yag lebih besar dari itu. Bahwa kehadiran seorang manusia di bumi ini ada pengaruhnya dengan kehadiran orang lain.

Dalam kasus ini, saya mengambil contoh, saya dan suami yang terpaut usia sebanyak lima tahun.

Di dalam AlQuran dikatakan, bahwa sejak seorang anak di dalam kandungan, maka telah ditulis tentang rezeki, jodoh dan umur, dan jalan hidupnya. Saat suami saya lahir, maka malaikat menulis di dalam kitab lauhul mahfuz nya.

Nama : Teguh S
Rezeki : Bekerja di perusahaan X di sumatera utara
Jodoh : Windi Widiastuty, bertemu di usia 29 tahun.Beda usia 5 tahun
Umur : YYY, penyebab : ZZZ

Saat suami saya dilahirkan pada Juni tahun 1978. Pada bulan itu terjadi ledakan pertama wahana antariksa di GEO (Geostationary Earth Orbit) .Yang mana saat itu Ayah dan ibu saya masih pacaran di Medan. Dua tahun kemudian, saat suami saya baru selesai disapih ibunya, ayah dan ibu saya memutuskan menikah.

Karena saya sudah ditakdirkan untuk berjodoh dengan suami dimana saya dan suami tertulis terpaut 5 tahun, maka saya harus lahir di tahun 1983,makanya saya tidak bisa menjadi anak pertama ibu saya. Ahirnya tahun 1981 setahun setelah pernikahan mereka abang saya lahir.

Dimana saat abang saya masih di dalam kandungan, ditulislah jalan hidupnua, ia akan berjodoh dengan seorang wanita bernama Roslina yang terpaut umurnya sebanyak 4 tahun, maka saat itu orang tua kakak ipar saya kelak pun harus sabar menunggu mendapatkan bayi perempuannya demi kesesuaian cerita tadi.

Nah di satu sisi, kelak saya akan dikenalkan ke suami melalui salah seorang teman kuliah saya yang nantinya adalah teman kerja suami. Nantinya di saat abang saya masuk sekolah, saya merengek-rengek kepada ibu saya untuk ikut sekolah, akhirnya saya kecepetan 1 tahun masuk SD. Sehingga usia saya dan teman kuliah saya tadi harus berbeda 1 tahun, Dia harus lebih tua dari saya. Maka harus diatur pula kapan tepatnya lahir teman saya tersebut. Karena saya lahir tahun 1983, maka di tahun 1982 dia harus brojol, sebutlah namanya Wati.

Sementara itu, pada tahun 1960, seorang bayi laki-laki lahir, kita namakan di Albert. Jalan hidupnya tertulis nantinya di umur 40 dia akan menjadi atasan saya di perusahaan Y. Nah karena di jalan hidup saya, saya akan kerja di BRI pada usia 22 tahun. Berarti usia kami akan terpaut sebanyak 18 tahun.

Maka saya harus lahir saat Mr Albert umur 18 tahun, dan suami saya umur 5 tahun dimana teman saya Wati harus berusia 1 tahun.

Terserah mau percaya atau tidak, mau setuju atau tidak. Analisa saya tersebut, akhirnya membawa kesadaran penuh kepada saya. Bahwa kelahiran seseorang itu sangat banyak hal yang mempengaruhi. Bukan tingkat kesuburan suami dan istri, bukan pula factor kuantitas bertemu. Tapi memang system yang sudah diatur sampai rigit terkecil oleh yang Maha Kuasa.

Kun maka Kun. Ga pake tawar menawar.

Mau ada gunung meletus, gempa bumi, tsunami kalau memang seorang bayi harus lahir, ya lahir dengan selamat. Tidak peduli seberapa dahsyat bencana yang ada.

Kemarin-kemarin saya sempat sediih banget, kalau ada yang nyinggung-nyinggung soal isi perut saya. Kejadian saat lebaran. Baru rumah pertama bertandang saya langsung diberondong dengan pertanyaan, " Udah isi Belum?, ditunda ya?, kapan lagi ?. Duuuh, kalau saja yang nanya itu tahu bagaimana perasaan saya. Tapi sekarang, saya ingin selalu berpositif thinking padaNya. Karena sudah begitu banyak doa-doa saya yang dijabahNya, kalau ada satu dua yang belum terkabul, hanya belum waktunya saja.

Teman-teman pasangan suami istri senasib, saya ingin mengatakan hal ini. Mungkin terlalu sering kita mendengar orang berkata “ Sabar, semua ada waktunya”. Atau “ Coba berobat kesini, manjur lho”. Terlalu sering pertanyaan-pertanyaan yang mengusik telinga kita. Bisa jadi pertanyaan itu memang bentuk kepedulian, atau hanya ingin tahu saja, atau apalah yang hanya si penanya yang tahu. Tapi pastinya dibalik semua itu, memang ada suatu rahasia yang membuat kita harus menunggu lebih lama dari orang lain.

Siapa tahu, calon baby kita kelak harus lahir beberapa tahun setelah seorang pria soleh dihadirkan dulu melalui rahim seorang wanita di suatu tempat yang entah, jika bayi itu perempuan. Siapa tahu, nantinya ia akan menjadi penemu bahan bakar yang terbuat dari debu pada tahun 2028  sehingga lahirnya harus tepat hitung mundur saat ia berumur 25 tahun.

Atau bisa jadi calon bayi kita harus menunggu untuk meramaikan hiruk pikuk dunia ini, karena si pemilik alam rahim itu sendiri, Sang Rahim ( Maha Pengasih) masih ingin mengajarinya banyak hal di sana

Anggap saja, Yang Kuasa masih ingin mendengar doa di sujud-sujud panjang kita. Mungkin pula, dia ingin menguatkan mahligai rumah tangga kita dengan membuat kita selalu mendukung satu sama lain. Ia terlalu sayang kepada kita sehingga ingin memberi suatu rasa nikmat dengan dosis tinggi yang mungkin  orang lain tidak rasakan pada saat kita menerima titipannya kelak

Apapun itu, seperti yang sudah-sudah, sebagai pemeran di panggung sandiwara ini kita harus mengikuti skenario yang sudah di tulis Nya.