Jumat, 13 Januari 2012

Dag Dig Dug





“Aku telat” 

Uhuk…., jus jeruk yang hampir singgah ke tenggorokanku, langsung berhamburan mengotori jas lab yang kupakai.

“Bagaimana ini ,papa pasti akan membunuhku“, ia mulai terisak

Aku terdiam. Tak bisa berkata apapun. Otakku pun blank sesaat.

Tidak mungkin. Aku, Wisnu Ardhana, calon dokter spesialis kandungan, tak mungkin salah perhitungan. Tak pernah kulanggar masa suburnya, bahkan aku hapal benar kapan tamu bulanan menyambanginya.

Kupandangi wajah pacarku yang bersimbah air mata. 

Dialah Arini. Mahasiswi kedokteran tingkat 3. Siapapun akan sependapat denganku, bahwa dewi Aprodhite telah bersemayam di raganya. Memandangnya seperti melihat karya seni tiada bercela. Matanya, bibirnya,senyumnya, bahkan mimiknya saat mengernyit mencium aroma mayat pun sungguh mempesona.

Beberapa bulan lalu ia adalah obsesiku, hmm koreksi. Ia adalah obsesi kami, para mahasiswa kedokteran di universitas ini. Perempuan dengan kecantikan dan kepintarannya, mampu membuat kami bertaruh harga diri demi mendapatkannya.

“ Siapa yang bisa memacarinya, dapat akomodasi dan transportasi liburan ke Hongkong selama seminggu gratis, dan siapa yang kalah harus rela memberi nafas buatan ke tubuh-tubuh kaku di ruang mayat, yaiks"

Taruhan yang sangat menggiurkan. Disamping hadiahnya juga sosok yang dipertaruhkan.

Jangan sebut namaku Wisnu Ardhana kalau tak mampu mendapatkannya. Wajah tampan, bodi atletis, otak encer serta mobil keluaran terbaru yang selalui menyertaiku adalah modal telak tak terbantahkan untuk memenangkan perempuan manapun.

Awalnya aku pikir, akan ada adegan seperti di film-film Korea yang sering ditonton adikku. Si perempuan dengan kasar akan menolak si pria, menghindarinya, meneriakinya bagai musuh bebuyutan sampai adegan akhir dimana si perempuan akan klepek-klepek tertancap panah asmara. Benci-benci tapi rindu.

Tapi itu tidak terjadi. Dengan sedikit saja kukerahkan pesona Casannova-ku, menjemputnya setiap hari, membawakan diktat-diktat kuliahnya, membantunya mengorek-ngorek mayat di lab anatomi sampai memberinya kejutan candle light dinner romantis di restoran super mewah . Sekali tepuk, plak…. Arini jatuh ke pelukanku. 

Aku Wisnu Ardhana, perempuan mana yang bisa menolak pesonaku. 

Ah, sebenarnya aku sedikit kecewa. Pertaruhan yang aku kira akan berjalan sengit. Ternyata tak menemukan hambatan apapun. Tiket ke Hongkong dan Arini, keduanya ada di tanganku.

Terkadang aku tak habis pikir, bagaimana seorang perempuan berpendidikan tinggi seperti Arini, bisa termakan rayuan murahan pria-pria seperti aku. Tidakkah mereka bisa pergunakan sedikit saja logikanya untuk mengendus nafsu binatang dibalik tatapan lembut dan belaian sayang yang kami tunjukkan.

Ah, Arini………. Ternyata kau tidak semengagumkan bayanganku. Kalau sudah begini, apa lagi yang membuatku harus mempertahankanmu?

*****

“ coba pakai ini, siapa tahu kamu telat karena stress menghadapi ujian” kataku sambil menyerahkan sekotak test pack padanya.

Sambil menyeka air matanya Arini menerima kotak yang kusodorkan.

Sudah hampir dua menit, Arini tidak keluar juga dari toilet itu.

Sejujurnya hatiku dag dig dugmenunggu hasilnya. Bagaimanapun juga, aku belum siap menjadi seorang ayah.


Aborsi??? 
sebejat-bejatnya seorang Wisnu, aku tidak akan menjadi seorang pembunuh. 


Tapi mengingat Arini adalah putri tunggal Prabuwijaya, mafia kelas kakap di kota ini, tak urung nyaliku pun ciut membayangkan apa yang mungkin kuhadapi kalau sampai aku tak mau bertanggung jawab terhadap putrinya. 
Huft nasib…. Nasib, Arini sial, Arini bodoh.. umpatku dalam hati.

Wisnu….. sekonyong-konyong Arini sudah berdiri di hadapanku.

Dag dig dug…. Jantungku semakin berdegup kencang menunggu apa yang akan dikatakannya.






POSITIF

MAMPUS AKU…….







Tidak ada komentar:

Posting Komentar